DINASTI SYAILENDRA


Ratu Shima



Pendiri kerajaan yang bernama Mataram Kuno beraliran agama Buddha secara Dinasti Syailendra adalah Bhanu. Namun, sesungguhnya, nama “Syailendra” sendiri sudah ada sejak masa raja Dapunta Selendra, suami dari Ratu Shima (raja putri Kalingga Jati). Dapunta Selendra lebih terkenal dengan nama Prabu Kartikeyasingha.
Menurut catatan sejarah, Prabu Kartikeyasinga menjadi raja Kalingga pada tahun 648 - 674 M. Ayahanda Kartikeyasinga adalah Raja Kalingga yang tidak diketahui namanya, memerintah pada tahun 632 - 648 M. Sementara itu ibunda Kartikeyasinga berasal dari Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Raja Melayu Sribuja, yang dikalahkan Sriwijaya pada tahun 683 M, adalah kakak kandung ibunda Prabu Kartikeyasinga.
Ratu Sima, pemeluk Hindu Syiwa, semula adalah wanita di belakang layar sewaktu suaminya, Kartikeyasinga, menjadi Raja Kalingga sejak tahun 648. Ratu Sima dengan Kartikeyasinga mempunyai dua orang anak, yaitu Parwati dan Narayana (Iswara). Untuk mempererat persahabatan dengan Galuh dengan maksud untuk menghadapi Sriwijaya yang saat itu beraliansi dengan Sunda, Kartikeyasinga dan isterinya Ratu Sima menjodohkan anaknya yang bernama Parwati dengan Amara (Mandiminyak), anak raja Galuh yang bernama Prabu Wretikandayun. Dari perkawinan Parwati dengan Wretikandayun tersebut lahirlah Sanaha pada tahun 661/662 M. Dengan perkawinan itu terbentuklah dua blok yang salin berhadapan, yaitu Blok Sriwijaya-Sunda (karena Prabu Tarusbawa dari Kerajaan Sunda mengikat aliansi dengan Sriwijaya karena ibu kandung Tarusbawa adalah putri Sriwijaya) dan Blok Kalingga-Galuh yang notabene sesungguhnya masih termasuk dalam satu rumpun keluarga .
Dapunta Selendra alias Prabu Kartikeyasinga wafat pada tahun 674 M. Kemudian, Ratu Sima mengambil alih posisi suaminya sebagai raja putri hingga 695 M dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Dalam pemerintahannya, menantunya, Mandiminyak dan adik iparnya, Narayana, diangkat menjadi pembantu-pembantunya . Pemeritahan di pusat kerajaan oleh Ratu Sima didelegasikan kepada 4 orang menteri yang mengatur negara beserta 28 negara taklukan yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Saat Ratu Sima menggantikan suaminya sebagai Raja Kalingga, Sriwijaya yang saat itu dirajai Sri Jayanaga (berkuasa antara tahun 669-692 M). Sri Jayanaga alias Dapunta Hyang Srijayanaga disebut-sebut namanya di dalam Prasasti Kedukan Bukit (683 Masehi) dan Prasasti Talang Tuwo (684 Masehi).
Raja ini sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi.
Negeri Melayu Sribuja (beribukota di Palembang), asal ibu mertua Ratu Sima. Negeri ini diserbu oleh Sriwijaya sejak tahun 670 M. Lantas pada tahun 675, hampir separuh wilayah Kerajaan Melayu diduduki dan akhirnya tahun 683 M diduduki secara penuh oleh Sriwijaya dengan mengerahkan tentaranya sebanyak sekitar 2 laksa (20.000 orang).
Dengan demikian Sriwijaya dapat menguasai seluruh Sumatera dan Semenanjung Malaya. Pada waktu itu ajakan damai dari Sri Jayanaga ditolak oleh Ratu Sima. Untuk memperkuat persahabatan yang sudah terjalin sebelumnya dengan Kerajaan Galuh dalam upaya menghadapi Sriwijaya, Ratu Sima menyetujui perkawinan Sena dengan Sanaha. Sena adalah anak Mandiminyak dengan Pohaci Rababu sedangkan Sanaha adalah anak Mandiminyak dengan Parwati. Perkawinan sedarah ini membuahkan anak yang diberi nama Sanjaya (683 M-754 M).
Menurut sejarah, Ratu Sima (yang janda) sempat dipinang oleh Sri Jayanaga, namun ditolak oleh Ratu Shima. Pada tahun 686 Sriwijaya hendak menyerang Kalingga Jati. Mengetahui rencana ini, Tarusbawa, raja Sunda, turun tangan dan mengirim surat kepada Sri Jayanaga bahwa ia tidak setuju dengan rencana itu. Alasannya adalah agar jangan timbul kesan bahwa gara-gara pinangannya ditolak oleh Ratu Sima, maka Sri Jayanaga hendak menyerbu Kalingga. Mau tak mau Sri Jayanaga terpaksa menyetujui usul Tarusbawa, yang juga adalah saudaranya sendiri. Kapal-kapal Kalingga, yang waktu itu sempat ditahan, dilepaskan setelah hartanya dirampas. Tindakan Sriwijaya hanya sekedar mengganggu keamanan laut Kalingga.
Sri Jayanaga mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704 M). Ratu Sima wafat 3 tahun kemudian
(695 M). Sebelum belilau mangkat, Kerajaan Kalingga dibagi dan diserahkan kepada kedua cucu Ratu Shima yaitu Parwati dan Narayana :
Kalingga Utara disebut Bumi Mataram.
Dikuasai Parwati (695 M-716 M), puteri Sanaha + Rahyangta
Mandiminyak. Parwati beragama Hindu Syiwa.
Kalingga Selatan disebut Bumi Sambara
atau Borobudur / Bhumisambara Buddhara.
Dikuasai oleh adik Parwati, Narayana.
Narayana beragama Buddha Mahayana.
Dia bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala
(695 M-742 M).

Selanjutnya, Sanjaya (cucu Parwati) dan Sudiwara (cucu Narayana) kelak menjadi suami isteri dan dari perkawinan mereka lahirlah Rakai Panangkaran Dyah Pancapana, yang lahir pada tahun 717 Masehi. Dari Dyah Pancapana inilah lahirlah putera-putera yang beragama Hindu Syiwa dan Buddha. Terciptalah 2 dinasti yang didasarkan pada agama, yaitu Dinasti Sanjaya (beragama Hindu Syiwa) dan Dinasti Syailendra (beragama Buddha Mahayana). Dua dinasti yang menguasai Bhumi Mataram dan Bhumi Sambhara, ahli waris sah tahta Kalingga.









































































































































































































Komentar

  1. .oh .begitu kisah nya..yg berarti ' translet dari nama ' Sheli Foche..itu adalah 'Sri Boja' bukan lah Sriwijaya seperti keyakinan dr G.Coedes...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI BANON

PRASASTI NGADOMAN

PRASASTI PLUMPUNGAN