CANDI PEROT

            Keberadaan Candi Perot juga tak kalah pentingnya, karena di candi itu pada tahun 1819 M ditemukan sebuah prasasti yang menyebutkan angka tahun 772 Caka atau 15 Juni 850 M. Prasasti yang berada di Candi Perot disebut Prasasti Tulang Air, yang ditulis dalam huruf dan bahasa Jawa Kuno, prasasti tersebut berisi tentang penetapan tanah sima oleh Rakai Panantapan Pu Manuku untuk lokasi sebuah bangunan suci di Desa Tulang Air. 
            Rakai Patapan Pu Manuku adalah pejabat pemerintah kerajaan Mataram Kuno yang dibawah kekuasaan Rakai Pikatan. Tulang Air merupakan prasasti tertua yang memuat daftar para pejabat dibawah raja yang berkuasa saat itu yaitu Rakai Pikatan ( Februari 847 M hingga 7 Mei 855 M). Disebutkan pula bahwa Rakai Pikatan adalah salah seorang raja yang mendirikan Candi Prambanan dimana daerah sekitarnya masuk dalam wilayah kekuasaannya. Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja versi Prasasti Mantyasih. Nama aslinya menurut Prasasti Argapura adalah Pu Manuku. Lengkapnya disebut Rakai Pikatan Pu Manuku
            Pada Prasasti Munduan (807 M) diketahui bahwa Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan. Kemudian pada prasasti Kayumwungan tahun 824 M jabatan Rakai Patapan dipegang oleh Mpu Palar. Mungkin saat itu Mpu Manuku sudah pindah jabatan menjadi Rakai Pikatan. Akan tetapi, pada prasasti Tulang Air tahun 850 M.



Pu Manuku kembali bergelar Rakai Patapan. Sedangkan menurut prasasti Gondosuli, Pu Palar telah meninggal sebelum tahun 832 M. Kiranya daerah Patapan kembali menjadi tanggung jawab Pu Manuku, meskipun saat itu ia sudah menjadi Maharaja. Tradisi seperti ini memang berlaku dalam sejarah Kerajaan Medang, dimana seorang raja mencantumkan pula gelar lamanya sebagai kepala daerah. 
           Menurut Prasasti Wantil, Pu Manuku membangun ibu kota baru di Desa Mamrati, sehingga ia pun dijuluki sebagai Rakai Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai pengganti ibu kota yang lama, yaitu Mataram. Prasasti Wantil juga menyebutkan bahwa Rakai Mamrati Pu Manuku turun tahta dan menjadi seorang brahmana, yang bergelar Sang Jatiningrat (berusia 70 tahun) pada tahun 856 M. Setelah meninggal dunia, Sang Jatiningrat dimakamkan atau didharmakan di Desa Pastika.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI BANON

PRASASTI NGADOMAN

PRASASTI PLUMPUNGAN