CANDI SELOGRIYO
Candi Selogriyo adalah sebuah peninggalan
purbakala di Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini
diperkirakan dibangun pada abad ke-9 M, pada masa Kerajaan Mataram Kuna. Candi
Selogriyo berada di lereng timur kumpulan tiga bukit, yakni Bukit Condong,
Giyanti, dan Malang (ketinggian 740 mdpl). Pemandangan dari lokasi candi Hindu sekitar abad ke-9
berupa panorama persawahan, gunung, dan bukit-bukit (Gunung Telomoyo, Bukit
Condong, Giyanti, dan Bukit Malang).
Candi terletak di lokasi cukup
terpencil yang tenang dan relatif jauh dari permukiman/ desa. Secara
administratif, candi ini berada di Dusun Campurejo, Desa Kembangkuning, Kecamatan Windusari. Route
yang terdekat adalah jalur Magelang-Bandongan. Sesampai
di Pasar Bandongan belok ke kanan menuju kecamatan Windusari. Di sebuah
pertigaan terdapat papan petunjuk arah ke candi. Pengunjung akan melewati
jalan setapak sekitar dua kilometer menyeberangi desa-desa penghasil tembakau, untuk
mencapai lokasi candi ini.
Dari Candi Selogriyo, dapat terlihat jelas Gunung Sumbing menjulang di arah barat, kadang tertutup kabut. Sementara di arah timur, terdapat sawah-sawah menghampar, dilatarbelakangi Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Andong. Geomorfologi daerah Selogriyo adalah berstadia muda dengan ciri sungai berbentuk V dengan morfologi lembah sungai seluas 30%, morfologi perbukitan/pegunungan seluas 50% dan morfologi aluvial 20%. Candi Selogriyo dan sekitarnya adalah merupakan daerah hasil kegiatan gunung api yang berawal dari Pleistosen Tengah yang merupakan sisa-sisa gunung api Merbabu Tua dan Sumbing Tua, dan menghasilkan endapan berulang-ulang dari Formasi Notopuro. Pada stratigrafi lokal berdasarkan kombinasi Middleton hampton dan Sequence Allen dengan teori arus pekatnya didapatkan endapan-endapan berupa tanah dengan ketebalan 20 cm, laminasi interval terdiri dari batu pasir tufaan dan mengandung clay yang diperkirakan sebagai bedrock yang merekah dengan ketebalan 8 m, kemudian endapan selanjutnya adalah konglomerat tak terorganisir menyerupai floating frame work terdiri dari tufa pasiran dan batu andesit, sedang yang terbawah adalah konglomerat terorganisir berupa graded bedding terdiri dari fragmen breksi vulkanik, andesit dan batu pasir tufaan.
Dari Candi Selogriyo, dapat terlihat jelas Gunung Sumbing menjulang di arah barat, kadang tertutup kabut. Sementara di arah timur, terdapat sawah-sawah menghampar, dilatarbelakangi Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Andong. Geomorfologi daerah Selogriyo adalah berstadia muda dengan ciri sungai berbentuk V dengan morfologi lembah sungai seluas 30%, morfologi perbukitan/pegunungan seluas 50% dan morfologi aluvial 20%. Candi Selogriyo dan sekitarnya adalah merupakan daerah hasil kegiatan gunung api yang berawal dari Pleistosen Tengah yang merupakan sisa-sisa gunung api Merbabu Tua dan Sumbing Tua, dan menghasilkan endapan berulang-ulang dari Formasi Notopuro. Pada stratigrafi lokal berdasarkan kombinasi Middleton hampton dan Sequence Allen dengan teori arus pekatnya didapatkan endapan-endapan berupa tanah dengan ketebalan 20 cm, laminasi interval terdiri dari batu pasir tufaan dan mengandung clay yang diperkirakan sebagai bedrock yang merekah dengan ketebalan 8 m, kemudian endapan selanjutnya adalah konglomerat tak terorganisir menyerupai floating frame work terdiri dari tufa pasiran dan batu andesit, sedang yang terbawah adalah konglomerat terorganisir berupa graded bedding terdiri dari fragmen breksi vulkanik, andesit dan batu pasir tufaan.
Secara
regional struktur yang berkembang adalah perlipatan dan proses endogen sisa
hasil vulkanisme serta pola rekahan/sesar yang mengikuti proses terjadinya
pengendapan dan pembekuan magma. Pola rekahan/sesar biasanya mengikuti jalur
lemah dari tubuh tanah, pada saat ini dapat berupa mata air jenis cascade,
parit-parit alam dan ketidakselarasan dari tubuh tanah/batuan.
Gerakan
tanah pada bukit Candi Selopgriyo adalah merupakan gerakan tanah/longsoran
dngan klasifikasi merupakan longsoran berupa tanah jenuh air serta dipicu
dengan kedudukan bedrock yang miring 40 derajat dan merupakan bidang gelincir.
Air tanah berupa mata air mengalir di atas bedrock dan brsifat periodis yang
merupakan akumulasi air hujan yang terjepit pada rekahan bedrock. Gerakan tanah
pada Candi Selogriyo adalah bersifat potensial yaitu gerakan tanah yang dapat
aktif kembali jika ada pemicu lagi.
Menurut
arti kata-nya, “Selogriyo” berarti “Rumah Batu”. Selo = Batu. Griyo = Rumah. Arsitektur
Medang Kuno abad ke-9, dengan latar belakang Hindu Syiwa, menghiasi candi yang menghadap
ke arah timur ini. Luas candi sekitar 36 meter persegi, tinggi candi 15 meter, dan candi terletak
740 meter di atas permukaan laut (740 mdpl). Bangunan dengan arca antara lain
Ganesha, Durga, dan Agastya itu ditemukan dalam keadaan runtuh dan kemudian
direkonstruksi menjadi utuh. Pada keempat sisi dinding candi terdapat lima
relung tempat arca-arca dewa, yaitu :
1. Arca
Durga Mahisasuramardini (dinding
utara).
Komentar
Posting Komentar